Sabtu, 16 Agustus 2008

Tasyakuran 17-an

malem tadi tepatnya 16 Agustus 2008 warga RT gw ngadain acara tasyakuran, yang katanya mensyukuri nikmat kemerdekaan Indonesia yang udah 63 tahun. padahal seh setau gw Indonesia belum merdeka2 amat. sekolah masih susah n mahal padahal kan pendidikan penting buat membangun generasi muda Indonesia yang kelak membangun negeri ini. gw ga ngerti ma pikiran para pemimpin negeri ini, dah tahu kita ini kaya raya punya minyak, batu bara, ampe cabe ma bawang juga kita punya banyak. tapi tetep aja di pasar harganya mahal2, n masih ada aja yang import. bener2 ga ngerti gw.
gw sebenernya pengen ngejelasin ke mereka kalo bangsa dan negara ini belom seutuhnya merdeka. tapi setelah gw jelasin, pertama-tama seh gw jelasin ke temen2 deket gw aje. kayanya mereka ga bisa ngerti 2 bgt deh. apa gw ga bisa jelasin atau mang otak mereka kurang bisa menampung istilah2 gw yang menyadur dari bahasa asing (sombong neh).yang gw ga kalah kagetnya masa di acara tasyakuran itu gw disuruh ngasih sambutan sebagai perwakilan pihak pemuda untuk menyampaikan pandangan dalam rangka memperingati 17-an. dan parahnya lagi gw dikasih urutan buat sambutan setelah sambutan dari seorang warga kecamatan cimanggis (kecamatan gw juga) yang ingin mencalonkan diri jadi caleg. dia seh gw tahu bakal kampanye. dia mulai dengan mukadimah nyang panjang bgt tuh pake arabian style yang gw juga ga bisa ngerti deh. yang penting mah orang2 teriak amin ya gw aminin juga. oiya nama tuh caleg lilis latifah (bukan lilis karlina).
setelah semua mukadimah yang dia sampaein, nyampe deh ke maksud tujuan dia buat kampanye. dimulai dengan membanggakan diri sebagai ketua guru se-kecamatan, tapi dia ga ngejelasin gimana penderitaan guru dan gimana cara memperbaiki nasib guru, terus dia menyebutkan kalo dia tuh ketua PKK se-kecamatan juga, tapi dia ga pernah menyebutkan kalo wanita dikonstruksikan sebagai kaum inferior di masyarakat yang menimbulkan budaya patriarki, klo ngutip bukunya simon de beavoir katanya wanita tuh the 2nd sex after male.terus dia ngaku sebagai ketua himpuna majelis ta'lim ibu2 se-kecamatan lagi, dia juga ga ngejelasin kalo Islam tuh agama perlawanan yang ga cuma diem aja kalo ada kaumnya teraniaya. padahal Indonesia mayoritas muslim dan mayoritas muslim itu miskin,kalo data BPS seh kalo ga salah juga ada 37,sekian persen rakyat Indonesia berada dibawah garis kemiskinan atau dengan kata lain pendapatannya kurang dari 1 $ per hari. tapi kalo ada BBM naek majelis ta'lim diem aja tuh. paling cuma jadi bahan gosipan ga ada gerakan nyata.akhirnya selesai juga dia kampanye, dan seperti awal tadi dia nutupnya juga pake arabian style, dan seperti awalnya juga gw cuma bisa aminin aja sekeras-kerasnya.
dan akhirnya dateng deh giliran gw buat ngasih sambutan. dengan pedenya gw maju ke depan. gw buka pake asslamualaikum, eh gw lupa pake yang terhormat bla..bla..bla. gw langsung aja ngomong saking nafsunya. gw ngomong kalo INdonesia ga seutuhnya merdeka, indonesia measih di bawah kekuasaan kekuatan neokolonialisme, kekuatan ekonomi indonesia masih di bawah instruksi korporasi multinasional yang hanya ingin mengeruk kekayaan bangsa ini. dan para politikus dan birokrat malah menjadi predator yang menggerogoti negara ini. dan yang gw yakini adalah bahwasanya sosialisme lah jalan menuju pembebasan nasional. dan islam pun mengajarkan seperti itu. teruss gw pinta anak2 muda jgn ngerayain agustusan sekedar ceremonial belaka tapi jadikan motivasi untuk membangun bangsa dan negara ini meraih kemerdekaan seutuhnya, yang tua dukung doa aja deh. hwahahahaha..segitu deh sambutan gw yang disambut dengan kebengongan para warga.

Rabu, 13 Agustus 2008

unfinished revolution

63 Tahun Kemerdekaan RI; Unfinished Revolution

Kemerdekaan Indonesia telah menembus waktu 63 tahun. Waktu yang sebenarnya cukup bagi suatu bangsa untuk menjadi suatu bangsa yang berdaulat penuh. Soekarno pernah mencanangkan suatu pemikiran yang menjadi tujuan revolusi Indonesia yaitu Trisakti; berdikari di bidang ekonomi, berdaulat di bidang politik, dan mempunyai karakter nasional di bidang kebudayaan. Itulah ketiga pilar tujuan revolusi, karena revolusi tak hanya berhenti setelah Proklamasi dikumandangkan pada 17 agustus 1945.

63 tahun Indonesia telah merdeka. Berbagai konsep demokrasi telah diterapkan dari demokrasi liberal sampai demokrasi Pancasila, tiga orde telah dilalui dari lama sampai reformasi. Kesemua itu tak mengidentifikasikan revolusi Indonesia telah mencapai tujuan akhirnya.

63 tahun kemerdekaan ternyata tidak cukup mampu membuat Bangsa dan Negara Indonesia mencapai kemerdekaan yang sepenuhnya. Indikasi-indikasi yang menunjukan hal itu antara lain; di bidang ekonomi Indonesia belum mampu membentuk suatu system yang yang tangguh dan berdikari. Indonesia hanya menjadi lahan eksploitasi dan pasar bagi korporasi internasional yang menganut paham neoliberal. Malah hal tersebut diperlancar dan dilanggengkan oleh para teknokrat-teknokrat dan birokrat-birokrat Indonesia yang kalau meminjam istilah Franzt Fanon digambarkan sebagai orang hitam bertopeng putih. Di bidang politik Indonesia hampir sama keadaannya seperti di bidang ekonominya,.indonesia tak mempunyai sebuah system politik yang mapan, baik dalam hal politik dalam negeri maupun politik luar negerinya. Di era sekarang Indonesia tak mempunyai diplomat sekaliber Adam Malik yang mampu membuat Indonesia disegani di dunia Internasional. Sekarang Negara-negara lain dengan mudahnya mengintervensi kebijakan-kebijakan pemerintah Indonesia, bahkan mereka dengan mudahnya melanggar kedaulatan Negara Indonesia dengan cara mencaplok wilayah Negara Indonesia. Dalam hal politik dalam negeri-pun tak menunjukkan indikasi kemajuan yang signifikan. Kebijakan desentralisasi malah menciptakan para raja kecil di daerah yang bertindak bak predator-predator yang memangsa sumber daya daerah hanya untuk kepentingan pribadinya. Di sector kebudayaan, budaya-budaya bangsa hanyalah dijadikan komoditas pariwisata yang komersil. Padahal esensi kebudayaan suatu bangsa bukanlah sekedar tari-tarian ataupun hasil kerajinan daerahnya. Yang lebih utama adalah kepribadian, moralitas dan kecerdasan bangsa tersebut. Bangsa Indonesia dibuat bodoh karena sejarah yang dimanipulasi orde baru menyebabkan suatu reifikasi dalam masyarakat Indonesia.

Sungguh ironis keadaan Indonesia. Bangsa yang besar, kaya dan unik tapi tak mampu berdikari di bidang ekonomi, berdaulat di bidang politik, dan tak mempunyai karakter nasional dalam berkebudayaan. Semua menunjukkan bahwa revolusi belum usai bung!!!

confession...

mangnya cuma afgan yang punya confession..gw juga punya.
setelah meneliti terlalu lama, akhirnya gw punya blog..yang katanya merupakan suatu ruang buat kita menumpahkan segala kreativitas kita, unek2, dan perasaan cinta..alahh. gw pertama2 ga begitu paham apa itu blog, tapi waktu itu temen gw si adit anak UI minjemin buku yang judulnya kambing jantan, yang ngaku gaul pasti tau buku itu...
karena lingkungan kampus gw yang terbelakang yang dihuni para kaum2 feodal yang melanggengkan kultur kedaerahan tanpa sigap mengikuti perkembangan jaman dan teknologi, akhirnya gw jadi ikut terbelakang juga untung aja nama gw ga ditambah raden kanjeng..
tapi karena pergaulan gw, walaupun agak telat akhirnya punya deh neh blog..
terima ksih saya ucapkan kepada saudara ditya muharram atas info dan motivasinya, saudara annisa dinar yang memberikan contoh pembuatan blog dengan cara narsis yaitu membanggakan blognya, bos sinyo yang tak bosen2 minjemin salah satu PC di lab Komp. FIS UNJ buat gw berkreasi,buat semua teman2 mapala (mahasiswa paling lama) yang selalu memberi inspirasi..

kalo guru jual buku..

Beberapa hari yang lalu Saya membaca berita tentang seorang guru di daerah Jakarta Utara tepatnya di Ancol yang kedapatan menjual LKS kepada murid-muridnya secara Door to door layaknya seorang sales yang menjajakan produk dagangan. Jelas tindakannya tersebut diprotes oleh mayoritas orang tua siswa yang sudah cukup terbebani oleh berbagai biaya sekolah lainnya. Sepintas Saya merasa geram dengan tindakan yang dilakukan guru tersebut. Saya geram karena merasa guru tersebut hanya menambah buruk citra seorang guru.

Akan tetapi, setelah Saya renungkan ada beberapa hal yang merubah penilaian terhadap Saya terhadap guru tersebut. Memang saat ini nasib pendidikan kita sangat memprihatinkan kita. Orangtua yang ingin menyekolahkan anaknya seolah-olah terhalang dinding biaya tinggi. Mulai dari biaya pendaftaran, uang gedung, uang seragam, dll. Tapi nasib guru-pun tak kurang memprihatinkannya ketimbang para orang tua tersebut. Seorang guru yang dulu disanjung sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, yang senyatanya hanyalah slogan untuk sedikit memberi ‘hiburan’ atas segala keprihatinan yang dihadapinya. Guru sekarang makin bertambah bebannya. Dimulai dari gonta-gantinya kurikulum yang membutuhkan penyesuaian kemampuan guru, standar nilai yang diwajibkan baik, tapi standar gaji guru tak pernah baik, serta segudang pekerjaan tambahan yang diperolehnya disekolah. Sebagai contoh, seorang teman saya yang tinggal di daerah Cengkareng Jakarta barat berprofesi sebagai guru yang mengajar di sebuah sekolah swasta daerah Kalimalang Jakarta timur. Anda bisa bayangkan berapa banyak waktu, tenaga, dan biaya yang teman saya butuhkan untuk mengajar. Sedangkan, honor yang dia peroleh tak lebih dari 250rb/bln.

Hal- hal tersebutlah yang membuat Saya merasa bahwa pangkal permasalahan yang harus saya liat bukanlah akibat dari seorang guru yang menjual buku kepada anak didiknya, melainkan apa yang menyebabkan seorang guru menjual buku kepada anak didiknya…