Rabu, 13 Agustus 2008

kalo guru jual buku..

Beberapa hari yang lalu Saya membaca berita tentang seorang guru di daerah Jakarta Utara tepatnya di Ancol yang kedapatan menjual LKS kepada murid-muridnya secara Door to door layaknya seorang sales yang menjajakan produk dagangan. Jelas tindakannya tersebut diprotes oleh mayoritas orang tua siswa yang sudah cukup terbebani oleh berbagai biaya sekolah lainnya. Sepintas Saya merasa geram dengan tindakan yang dilakukan guru tersebut. Saya geram karena merasa guru tersebut hanya menambah buruk citra seorang guru.

Akan tetapi, setelah Saya renungkan ada beberapa hal yang merubah penilaian terhadap Saya terhadap guru tersebut. Memang saat ini nasib pendidikan kita sangat memprihatinkan kita. Orangtua yang ingin menyekolahkan anaknya seolah-olah terhalang dinding biaya tinggi. Mulai dari biaya pendaftaran, uang gedung, uang seragam, dll. Tapi nasib guru-pun tak kurang memprihatinkannya ketimbang para orang tua tersebut. Seorang guru yang dulu disanjung sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, yang senyatanya hanyalah slogan untuk sedikit memberi ‘hiburan’ atas segala keprihatinan yang dihadapinya. Guru sekarang makin bertambah bebannya. Dimulai dari gonta-gantinya kurikulum yang membutuhkan penyesuaian kemampuan guru, standar nilai yang diwajibkan baik, tapi standar gaji guru tak pernah baik, serta segudang pekerjaan tambahan yang diperolehnya disekolah. Sebagai contoh, seorang teman saya yang tinggal di daerah Cengkareng Jakarta barat berprofesi sebagai guru yang mengajar di sebuah sekolah swasta daerah Kalimalang Jakarta timur. Anda bisa bayangkan berapa banyak waktu, tenaga, dan biaya yang teman saya butuhkan untuk mengajar. Sedangkan, honor yang dia peroleh tak lebih dari 250rb/bln.

Hal- hal tersebutlah yang membuat Saya merasa bahwa pangkal permasalahan yang harus saya liat bukanlah akibat dari seorang guru yang menjual buku kepada anak didiknya, melainkan apa yang menyebabkan seorang guru menjual buku kepada anak didiknya…

Tidak ada komentar: